KEKUATAN HAFALAN
IMAM AL-BUKARI
Kekuatan hafalan Imam al-Bukhari رحمه الله sudah terakui oleh para Ulama di masanya. Bahkan
banyak yang menyampaikan kalau beliau langsung menghafal suatu kitab hanya
dengan membacanya sekali saja.
Hasyid bin Isma'il pernah menceritakan, "Dahulu Abu Abdillah (Imam
al-Bukhari) bersama kami mendatangi para guru Bashrah. Waktu itu ia masih belia,
dan tidak (tampak) mencatat apa yang telah didengar. Hal itu berlangsung
beberapa hari. Kami pun bertanya kepadanya, "Engkau menyertai kami mendengarkan
hadits, tanpa mencatatnya. Apa yang kamu perbuat sebenarnya? Enam belas hari
kemudian, Imam al-Bukhari رحمه الله akhirnya menjawab, 'Kalian telah sering bertanya
dan mendesakku. Coba tunjukkanlah apa yang telah kalian tulis'. Maka kami
mengeluarkan apa yang kami miliki yang berjumlah lebih dari 15 ribu hadits.
Selanjutnya, ia menyebutkan seluruhnya dengan hafalan, sampai akhirnya kami
membenahi catatan-catatan kami melalui hafalannya. Kemudian ia berkata, "Apa
kalian sangka aku bersama kalian hanya main-main saja dan menyia-nyiakan
hari-hariku?!" Maka, kami pun sadar, tidak ada seorang pun yang melebihinya'.1
Kehebatan hafalan beliau juga tampak ketika Ulama Baghdad mendengar akan
kedatangan Abu 'Abdillah (Imam al-Bukhari) ke kota mereka. Dengan sengaja,
mereka itu mempersiapkan seratus hadits dan kemudian menukar dan merubah matan
dan sanadnya. Mereka menukar matan satu sanad dengan teks hadits yang lain, dan
begitu sebaliknya. Setiap orang memegangi sepuluh hadits yang nantinya akan
dilontarkan kepada Abu Abdillah sebagai bahan ujian kekuatan
hafalannya.
Orang-orang pun berkumpul di dalam majlis. Orang pertama menanyakan
kepada Imam al-Bukhari رحمه الله sepuluh hadits yang ia miliki satu persatu. Setiap
kali ditanya, Imam al-Bukhari menjawab, sampai hadits yang kesepuluh, "Saya
tidak mengenalnya (hadits itu dengan sanad yang disebutkan). Para Ulama yang
hadir pun saling menoleh kepada yang lain dan berkata, "Orang ini (benar-benar)
paham". Sementara orang yang tidak tahu tujuan majlis itu diadakan menilai Imam
al-Bukhari رحمه الله sebagai orang yang lemah
hafalannya.
Kemudian tampillah orang kedua, melakukan hal yang sama. Dan setiap kali
mendengarkan satu hadits, beliau berkomentar sama, "Aku tidak mengenalnya".
Selanjutnya tampil orang ketiga sampai orang terakhir. Dan komentar beliau pun"
tidak lebih dari ucapan, 'Aku tidak mengenalnya".
Setelah semua selesai menyampaikan hadits-haditsnya, Imam al-Bukhari
رحمه الله menoleh ke arah orang pertama seraya meluruskan,
"Haditsmu yang pertama mestinya demikian, yang kedua mestinya demikian, yang
ketiga mestinya demikian, sampai membenarkan hadits yang kesepuluh. Setiap
hadits beliau satukan dengan matan-matannya yang benar. Beliau melakukan hal
yang sama kepada para 'penguji' lainnya sampai pada orang yang terakhir.
Akhirnya, orang-orang pun betul-betul mengakui akan kehebatan hafalan
beliau.2
Di Samarkand, beliau pun menghadapi hal yang sama. Empat ratus ulama
hadits menguji beliau dengan hadits-hadits yang sanad-sanad dan nama rijal (para perawi) yang telah dicampuradukkan,
menempatkan sanad penduduk Syam ke dalam sanad penduduk Irak, meletakkan matan
hadits bukan pada sanadnya. Lantas, mereka membacakan hadits-hadits dan
sanad-sanadnya yang sudah campur-aduk ini ke hadapan Imam al-Bukhari
رحمه الله. Dengan sigap, beliau mengoreksi semua hadits dan
sanad itu dan menyatukan setiap hadits dengan sanadnya yang benar. Para Ulama
yang menyaksikan itu, tidak mampu menjumpai satu kesalahan dalam peletakan matan
maupun penempatan posisi para perawi. (Lihat as-Siyar 12/411,
al-Bidayah 11/22)
Dua kejadian ini sudah sangat cukup menjadi petunjuk akan kekuatan dan
kekokohan daya ingat Imam al-Bukhari رحمه الله, sebab tanpa persiapan sedikit pun dan tidak
mengetahui apa yang akan ia hadapi , ternyata beliau mampu melewati 'ujian'
tersebut.
Abu Ja'far pernah menanyakan kepada Abu Abdillah, "Apakah engkau hafal
seluruh (riwayat) yang engkau masukkan dalam kitabmu?". "Tidak ada yang kabur
pada (hafalan)ku seluruhnya". (As-Siyar:12/403)
Abu Abdillah pernah bercerita tentang dirinya, "(Suaru ketika) aku
mengingat-ingat murid Anas. Dalam sekejap 300 orang terbetik dalam
ingatanku".
Mengenai cara menghasilkan daya ingat yang kuat, beliau tidak memandang
adanya makanan atau minuman yang perlu dikonsumsi seseorang untuk menguatkan
hafalannya. Kata beliau:
لاَأَعْلَمَ شَيْئًا أَنْفَعَ لِلْحِفْظِ مِنْ نَهْمَةِ الرَّجُلِ
وَمُدَاوَمَةِ النَّظَرِ
Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih bermanfaat (menguatkan) hafalan
daripada keinginan kuat seseorang dan sering menelaah (tulisan).3
1. as-Siyar.12/407
2. Lihat hlm.62-63, Siyar 12/409, al-Bidayah wan
Nihayah:11/22
3. as-Siyar, 12/406
loading...
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa